Selamat Datang di Blog Belajar dan Berbagi Bersama Dwi Reni

Kamis, 13 Oktober 2022

2.1.a.10 Aksi Nyata_Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

 A. Latar belakang

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar.

Pembelajaran berdiferensiasi sangat sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang berpandangan bahwa setiap anak itu unik dan berbeda. Oleh sebab itu, guru harus menuntun mereka sesuai dengan kodratnya. Karakteristik anak yang berbeda dengan segala kekuatan, gaya belajar, dan minat yang berbeda pula, dan pada akhirnya seorang guru mampu menghadapi tantangan tersebut dan dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk memastikan setiap murid di kelas agar sukses dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran berdiferensiasi juga selaras dengan arah pengembangan merdeka belajar. Di mana dalam konsep merdeka belajar terdiri dari : pemahaman akan profil siswa, kebutuhan siswa, persiapan guru dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi umum yang dapat dikembangkan untuk mencapai merdeka belajar dalam rangka mewujudkan transformasi

pendidikan di Indonesia.

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid,paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:

1. Kesiapan belajar (readiness) murid

2. Minat murid

3. Profil belajar murid

Strategi yang dapat dikembangkan oleh guru adalah:

1. Diferensiasi Konten (pembelajaran dengan menyesuaikan materi pengetahuan, keterampilan, dan konsep yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum)

2. Diferensiasi Produk (strategi memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, pengembangan yang apa yang telah dipelajari)

3. Diferensiasi Proses (membedakan proses yang harus dijalani murid yang dapat memungkinkan mereka berlatih memahami isi ( konten).

B. Tujuan

Adapun tujuan dalam kegiatan Aksi nyata ini yaitu:

1. Peserta didik dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya

2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari berbagai nilai kehidupan yang penting.

3. Membentuk Pembelajaran yang berpusat pada murid


C. Persiapan Tindakan Aksi Nyata, 2.2.a.10

Adapun rencana pelaksanaa kegiatan aksi nyata

adalah :

1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa melalui wawancara, observasi, melihat hasil rapot siswa dll)

2. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (dengan strategi diferensiasi konten, proses dan produk)

3. Mengevaluasi dan refleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.


D. Tolak Ukur :

1. Berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan minat, profil dan kesiapan belajar

2. Pembelajaran berpusat pada murid dan profil pelajar Pancasila sehingga mampu menjadi insan yang bertimbuh dan menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi tantangan zaman

3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari berbagai nilai kehidupan yang penting


E. Dukungan yang dibutuhkan

Pihak-pihak yang membantu dalam mencapai gambaran diri saya :

1. Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab dalam setiap kegiatan disekolah

2. Rekan guru dan wali kelas sebagai tempat bertukar pikiran dalam pelaksanan kegiatan

3. Peserta didik sebagai subjek dalam pelaksanaan aksi nyata

4. Keluarga/Orang tua sebagai pendamping/pengontrol kegiatan belajar murid dirumah

5. Organisasi/lembaga pendidikan baik komunitas guru atau organisasi pendukung pembelajaran berdiferensiasi

F. Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan kegiatan

Dalam pelaksaan kegiatan ini saya sebagai guru merasa senang ,saya dapat mengenal dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dikelas saya, meskipun terdapat beberapa hambatan disan-sini tetapi pembelajaran ini layak untuk dicoba dan terapkan. Dan kesimpulan yang saya dapatkan dari pembelajran diferensiasi merupakan pembelajaran yang berpihak kepada siswa.

Hal ini juga sejalan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang berpandangan bahwa setiap anak itu unik dan berbeda. Oleh sebab itu, guru harus menuntun mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, pembelajaran berdiferensiasi merupakan strategi umum yang dapat dikembangkan untuk mencapai merdeka belajar. Artinya mereka diberikan kemerdekaan untuk bisa menjadi pribadi yang berkembang sesuai dengan minat, bakat dan profil belajarnya dalam rangka mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan aksi nyata penulis tentang Pembelajaran berdiferensiasi, murid terlihat sangat antusias mengenal potensi, kekuatan, dan kemampuan diri. Para murid memiliki peluang untuk berpikir cara-caran terbaik mereka dalam belajar, mereka menjadi lebih sadar akan kekuatan dan kebutuhan mereka dalam peningkatan kualitas belajarnya.

G. Rencana Perbaikan

Adapun rencana perbaikan pelaksaan kegiatan ini kedepannnya yakni, saya akan berkolaborasi lebih banyak lagi dengan rekan guru lainnya untuk dapat memberi masukan dan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran berdiferensiasi lainnya kedepannya. Menjalin kerjasama dengan semua pihak, kepala sekolah, rekan guru, walikelas, orang tua dan komite sekolah untuk mendukung memajukan setiap kegiatan

pembelajaran peserta didik di sekolah.Komunitas pendidikan berkolaborasi, berperan aktif, memberikan masukan,saran dan kritik nterhadap kegiatan sebagai umpan balik, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik dan dilaksanakan secara bersama-sama pembelajaran berdiferensiasi ini.

H. Penutup

Pembelajaran berdiferensiasi sudah sepatutnya terus kita laksanakan didalam kelas agar murid kita menjadi murid yang tumbuh potensinya sesuai dengan kodrat yang telah Alah berikan. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan cerminan pemikiran Ki Hajar Dewantara, dan hal ini tidak akan tercapai tanpa ada kerjasama dari berbagai pihak.

Berkolaborasi untuk berpraktik baik dengan semua pihak yang akan akan membuat program pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi berjalan dengan baik dan maksimal.


I Hasil Aksi Nyata

Membuat RPP Berdiferensiasi

https://drive.google.com/file/d/1VszwwP43VtvqzUlGJ11WAb5nKnasSKRi/view?usp=sharing


Proses Belajar Murid dengan Gaya Belajar Visual



 Proses Belajar Murid dengan Gaya Belajar Auditor



Proses Belajar Murid dengan Gaya Belajar Kinestetik















Rabu, 13 Juli 2022

3.3.a.10 Aksi Nyata: Program yang Berdampak Pada Murid

 Aksi Nyata modul 3.3

Progam yang Berdampak Pada Murid

Nama Program 

E-Learning dengan ABG

(Asyik Belajar dengan Gadget)

oleh

Dwi Reni Hastutik

PGP-4-Kabupaten Nganjuk-Dwi Reni Hastutik-3.3-Aksi Nyata


FACT (Peristiwa)


Nama Program 

E-LEARNING dengan ABG
(Asyik Belajar dengan Gadget)

Merupakan Program Intrakurikuler, Untuk meningkatkan motivasi belajar murid melalui pembelajaran berbasis digital

Latar Belakang

                Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.

                Bila melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya murid di Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan murid di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur.
                Di era serba-digital ini, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan berbagai macam perangkat digitalnya sudah menjadi suatu kebutuhan.  Tidak kita pungkiri bahwa selama pandemi Covid-19 peran perangkat digital atau gadget meningkat tajam. Dimana dalam penyelenggaraan dan penyampaian pembelajaran secara fisik (luring) “memaksa” seluruh insan pendidikan untuk berkolaborasi secara makin intensif dalam mengeksplorasi berbagai macam teknologi digital untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran (learning loss) yang terjadi selama pandemi.
                Oleh karena itu banyak orang tua memberikan fasilitas gadget pada anak-anaknya. Namun sayangnya pemberian fasilitas tersebut tidak diimbangi dengan pengawasan yang Intensif. Hal ini membuat gadget yang mempunyai peran sebagai sarana pembelajaran menjadi dampak negatif pada anak karena sebagian anak menjadi kecanduan game online dan tontonan yang kurang mendidik yang mengandung unsur kekerasan dan bulying


Alasan 

                Di era kenormalan baru ini, guru mempunyai peran penting untuk mengarahkan murid dalam pemanfaatan gadget sebagai media pembelajaran dan peningkatan kepemimpinan murid.
                Dalam penggunaan berbagai macam teknologi digital atau gadget ditujukan dengan melibatkan murid untuk memunculkan beragam rangsangan pembelajaran berbasis aktivitas. Tentu saja guru dapat mendesain beragam pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai macam teknologi digital dengan satu tujuan pembuka terlebih dahulu, yaitu untuk membuat materi yang dipelajari lebih menarik, sehingga memacu para siswa dan guru untuk lebih banyak bereksplorasi dalam memanfaatkan berbagai macam media. Jika pembelajaran sudah menjadi menarik dan memunculkan atmosfer yang positif dan menyenangkan maka dipastikan fokus dan konsentrasi siswa dapat lebih optimal dalam proses pembelajarannya (high level engagement)


Tujuan
  • E-Learning merupakan program yang saya rancang untuk meningkatkan motivasi belajar dan kreativitas murid melalui pembelajaran berbasis digital.
  • Melalui program ini diharapkan murid dapat :
  • Meningkatkan motivasi belajar murid
  • Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid
  • Memanfaatkan gadget untuk hal positif
  • Meningkatkan kemampuan murid dalam penguasaan teknologi

Pelaksanaan Program dan Hasil Aksi Nyata

Pelaksanaan Program
  • Melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah,
  • Melakukan sosialisasi kepada guru, wali murid dan murid
  • Kegiatan dilaksanakan oleh siswa kelas 4 SD Negeri 1 Balonggebang
  • Membuat jadwal Kegiatan yang akan dilaksanakan seminggu sekali
  • Wali murid memantau murid dalam penggunaan gadget di rumah.
  • Evaluasi dilakukan melalui rapat koordinasi dengan kepala sekolah dan guru dengan meminta feedback siswa, orangtua dan warga sekolah
Faktor Pendukung

Fisik : 
  • Sebagian besar murid memiliki gadget sendiri,
  • Jaringan wifi yang memadai
Manusia :
  • Kepala sekolah, Guru dan murid yang berpikiran maju,
  • kepala Sekolah dan wali murid yang yang selalu mendukung program sekolah
Finansial : 
  • Dana BOS yang menganggarkan untuk kegiatan sekolah
Dokumentasi Aksi Nyata

Koordinasi dengan Bapak Kepala Sekolah tentang program E-Learning yang saya rancang. Dimana program ini dirancang untuk meningkatkan motivasi belajar murid serta pemanfaatn gadget untuk pembelajaran.



Penyampaian program E-Learning di SD Negeri 1 Balonggebang kepada rekan sejawat.
Dalam penyampaian program ini mendapat dukungan penuh dari rekan sejawat dan berharap program tersebut juga dapat dilaksanakan di kelas yang lain.
Dengan memita untuk mendampingi dalam penngunaan aplikasi pembelajaran



Penyampaian program intrakurikuler E-Learning dengan memanfatkan gadget.
Penyampaian program kepada wali murid untuk mendapat dukungan dalam proses pembelajaran di sekoalh dengan mengijinkan murid membawa HP ke sekolah dan meminta wali murid dalam mengawasi penggunaan gadget di rumah.



Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan gadget.
Penyampaian materi dan cara memanfaatkan gadget serta aplikasi pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran.




Pemanfaatan Portal Rumah Belajar dalam pembelajaran, dengan memanfaatkan sumber belajar, murid menjadi lebih bersemangat dalam proses pembelajaran, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.




Pemanfaatan canva dalam pengerjaan tugas.
Murid menjadi lebih kreatif dalam pengerjaan tugas sesuai dengan bakat dan minatnya

Hasil Aksi Nyata
  • Murid belajar sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi
  • Motivasi belajar murid meningkat, terlihat sangat antusias dalam pembelajaran, pengerjaan ulangan harian dan pengumppulan tugas
  • Murid dapat mengembangkan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya dengan membuat karya digital yang kreatif
  • Di rumah murid menggunakan gadget untuk hal-hal yang positif
Faktor Penghambat
  • Beberapa murid tidak memiliki gadget sendiri
  • Jaringan internet yang kadang terjdi trouble atau mati listrik.
  • Murid kurang Percaya Diri dalam mengeksplore kemampuannya dalam penggunaan aplikasi pembelajaran

REFLEKSI 

Feeling (Perasaan)

Selama melaksanakan aksi nyata ini, saya merasa senang dan bersemangat karena melalui program E-Learning ini motivasi belajar murid meningkat, ini terlihat saat mengikuti pembelaajran mereka sangat antusias. Mereka merasa belajar sambil bermain, mempelajari hal-hal baru dengan kecanggihan gadget yang mereka miliki.
Melalui program ini murid dapat belajar sesuai perkembangan zaman serta memanfaatkan gadget untuk hal-hal yang positif, terutama dalam mengembangkan bakat, minat dam potensi yang mereka miliki.

Finding ( Pembelajaran)

Banyak hal yang saya peroleh dalam menjalankan program E-Learning ini. Saya menyadari bahwa dalam diri murid tersimpan bakat dan kreatifitas yang belum saya gali sepenuhnya. Melalui program E-Learning ini menyadarkan saya bahwa murid dapat menjadi pemimpin dalam pembelajarannya sendiri. Ketika murid diberikan kemerdekaan dalam belajar, maka mereka dapat mengembangkan bakat, minat dan potensi yang ada dalam diri mereka.
Selain itu melalui program E-Learning ini membuktikan bahwa murid memiliki minat yang sangat besar dalam pemanfaatan gadget untuk pembelajaran, terbukti mereka dapat menghasilakn karya digital yang kreatif.

Future ( Penerapan Ke Depan) 

Untuk kedepannya saya akan lebih intensif lagi dalam penerapan program E-Learning ini. Saya juga berkeinginan bahwa program ini tidak hanya dilaksanakn di kelas 4 tetapi juga dapat dilaksanakn di kelas lain.
Saya akan mendampingi rekan sejawat dalam pelaksanaan program ini, mendampingi dalm memanfaatkan gadget serta aplikasi-aplikasi pebelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar murid, sehingga pembelajaran dapat lebih menyenangkan serta dapat mengembangkan bakat, minat dan potensi yang murid miliki.
Dalam penggunaan aplikasi juga akan lebih bervariasi tidak hanya canva dan portal rumah belajar.

Selasa, 07 Juni 2022

3.1.a.10 Aksi Nyata_Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

1. Fakta

  • Latar Belakang

Proses pembelajaran di sekolah harus melibatkan semua warga sekolah terutama dalam menyelesaikan beberapa permasalahan yang dihadapi agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah pastinya akan sering menghadapi situasi moral, dimana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema etika. Agar guru tidak salah dalam mengambil sebuah keputusan maka diperlukan keterampilan khusus sehingga keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan. 

Pada modul 3.1 ini saya telah mempelajari materi tentang strategi pengambilan keputusan yang tepat yaitu dengan berdasar atas 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan yang tepat.  

Hal inilah yang melatarbelakangi aksi nyata yang saya lakukan di SD Negeri 1 Balonggebang. Dimana di kelas IV (Empat) ada siswa  yang bernama Hafiz belum lancar membaca sehingga menyebabkan nilai ulangan dan rapor masih kurang atau dibawah KKM. Padahal dalam kenaikan kelas harus memenuhi kriteria penilaian siswa dimana nilai harus diatas KKM. Disisi lain, sewaktu di kelas 3 anak tersebut pernah tidak naik kelas. Karena hampir semua nilai dibawah KKm dan belum lancar membaca, maka jika sekarang tidak naik kelas lagi dikhawatirkan dia akan malu dan tidak mau masuk sekolah. Dilain pihak, jika murid tersebut naik kelas, maka akan sulit untuk dia mengikuti pelajaran, apalagi di kelas V ada Asesmen Nasional. Hal ini menjadi dilema etika bagi saya, apakah saya akan menaikkan anak tersebut atau tidak. Dalam pengambilan keputusan pada dilema etika ini saya mencoba mengambil keputusan sesuai materi yang telah saya terima di modul 3.1. 

Tahapan pengambilan keputusan dan pengujian

1. Nilai yang bertentangan 

  • Nilai yang bertentangan adalah keadilan vs kasihan 

Benar untuk memegang peraturan dengan tidak menaikkan siswa karena belum lancar membaca dan hampir semua nilai kurang dan masih dibawah KKM. Namun disisi lain tidak salah juga untuk membengkokkan peraturan karena mengetahui fakta hampir dua tahun pembelajaran dilaksanakan secara daring, dimana kurang dalam pendampingan belajar, selain itu siswa juga pernah tidak naik kelas. 

2. Siapa yang terlibat

  • Saya sebagai guru kelas IV, Hafiz , orang tua Hafiz

3.  Mengumpulkan fakta yang relevan

  • Hafiz belum lancar membaca sehingga menyebabkan hampir semua nilainya dibawah KKM
  • Selama 2 tahun pembelajaran dilaksanakan secara daring sehingga kurang dalam pembimbingan belajar siswa
  • Hafiz sudah pernah tidak naik kelas sewaktu dikelas 3

4. Pengujian benar atau salah

  • Uji legal

Pada situasi ini tidak ada pelanggaran hukum

  •  Uji Regulasi

 Pada situasi ini tidak ada pelanggaran kode etik

  • Uji Intuisi

Berdasarkan fakta intuisi yang muncul adalah bahwa siswa memiliki kebutuhan khusus dalam belajar, siswa sulit dalam mengeja huruf dan membedakan bebrapa huruf .

  • Uji Publikasi Halaman Depan Koran

Saya merasa nyaman saja karena keputusan yang saya ambil tidak melanggar hukum dan sudah sesuai fakta yang ada

  •  Keputusan yang diambil oleh idola saya

 Panutan/idola saya akan mengambil keputusan yang sama dengan saya yaitu tetap menaikkan siswa

5. Pengujian Paradigma

  •  Paradigma yang terjadi adalah Keadilan lawan Rasa kasihan

6. Melakukan prinsip resolusi

  • Berpikir berbasis rasa  peduli ( Care Based Thinking)

Prinsip ini diambil karena rasa peduli terhadap masa depan siswa. Agar siswa tidak malu dan tidak putus sekolah. 

7. Investigasi opsi trilema 

  • Melakukan coaching bersama murid dan juga orang tua
  • Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi
  • Mengadakan jam tambahan untuk Hafiz belajar membaca
  • Berdiskusi dengan orang tua, agar di rumah Hafiz mengikuti bimbinagan belajar khusus membaca   

8. Buat keputusan

  • Keputusan yang saya ambil adalah Hafiz akan naik kelas V dan saya berdiskusi dengan guru kelas V dimana saya menyampaikan bahwa Hafiz masih kurang lancar dalam membaca. Jika saya tidak menaikkan ke kelas V dikhawatirkan dia akan malu masuk sekolah dan putus sekolah. 

9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan  

  • Keputusan yang saya ambil sudah berdasar  9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga saya akan tetap menaikkan Hafiz ke kelas V. 

  • Hasil Aksi Nyata
Melakukan coaching dengan murid


Berdiskusi dengan guru kelas V 

Berdiskusi dengan kepala sekolah tentang pengambilan keputusan yang saya buat


Jam tambahan pembimbingan membaca 



2. Perasaan

Perasaan saya pastinya sangat senang dan sangat bersyukur diberi kesempatan untuk mempelajari modul 3.1 yaitu Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. Materi pada modul ini telah banyak menambah pengetahuan dan keterampilan saya dalam mengambil keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum belajar modul ini, dalam pengambilan keputusan saya hanya berdasar pada hati nurani sehingga berisiko merugikan orang lain, namun setelah belajar modul ini, keputusan yang saya ambil cukup bijaksana dan dapat dipertanggungjawabkan  dimana tidak ada pihak yang dirugikan .  

Dan setelah melaksanakan aksi nyata ini saya merasa senang karena dapat mengambil keputusan yang tepat dengan melakukan komunikasi langsung baik dengan orang tua maupun murid  itu sendiri tentunya dengan menggunakan teknik coaching serta membuat kesepakatan terkait murid itu sendiri.

3. Pembelajaran

Pembelajaran yang saya dapat dari aksi nyata Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran adalah saya dapat menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan untuk membantu masalah murid serta rekan sejawat di sekolah. Dengan melakukan analisis pengambilan keputusan maka keputusan yang kita ambil merupakan keputusan yang terbaik dan dapat dipertanggungjawabkan 

4. Penerapan 

Rencana perbaikan di masa mendatang, jika saya menghadapi dilema etika maka saya akan terus mengasah kemampuan dan keterampilan saya dalam mengambil keputusan agar dapat lebih baik dan bijak lagi dalam memutuskan suatu dilema. Dimana dalam mengambil keputusan tersebut saya akan menggunakan 4 paradigma etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian., sehingga keputusan yang saya  ambil merupakan keputusan terbaik, berpihak pada murid dan dapat dipertanggungjawabkan. 


Selasa, 26 April 2022

Koneksi antar Materi _ Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran.

 


1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 

Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan adalah proses menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Ki Hadjar Dewantara berpandangan, seorang pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak, serta memiliki kemampuan dalam menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahannya secara mandiri. Guru hanya mengarahkan bagaimana murid berkembang sesuai keunikan serta memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya. 

Berdasarkan pandangan KHD terkait Pratap Triloka, Yaitu: 
Ing Ngarsa Sung Tuladha Bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran harus dapat menjadi teladan atau contoh yang baik bagi murid dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil disekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung oeh sekolah tersebut dan menjadi teladan bagi seluruh warga sekolah
Ing Madya Mangun Karsa, bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu membangun karsa/ kekuatan. Karsa  juga berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip yang ada dalam diri seseorang. Maka guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mempu memberi semangat pada murid agar dapat memiliki karsa yang sesuai dengan nilai-nilai dalam pengambilan keputusan. 
Tut Wuri Handayani, bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memberi dorongan dan semangat kepada muridnya dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. koneksi dengan pengambilan keputusan adalah guru harus memberikan dorongan kepada murid dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan bakat dan minat murid. 

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Secara sadar maupun tidak, pada diri setiap individu termasuk guru telah tertanam nilai-nilai kebajikan. Nilai-nilai yang sifatnya berupa kebajikan universal misalnya, keadilan, tanggung jawab, kejujuran, kasih sayang, mandiri, percaya diri, integritas,  dan masih banyak lagi.  Nilai-nilai positif yang tertanam tersebut penting untuk diasah, dikembangkan dan dipupuk secara terus menerus. Karena keputusan yang diambil akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh diri orang tersebut. 

Dengan nilai-nilai kebajikan universal yang dimiliki seorang guru hendaknya menjadi pedoman dalam mengambil sebuah keputusan. Nilai-nilai ini berpengaruh pada serangkaian proses pengambilan keputusan dalam menentukan prinsip. Ada tiga prinsip diantaranya: 
a. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Enda Based Thinking)
b. Berpikir Berbasis Peraturan ( Rule Based Thinking)
c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli ( Care Based Thinking)

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, pastinya seorang guru akan dihadapkan pada situasi dilema etika (benar vs benar) dan bujukan moral (benar vs salah). Dalam situasi ini guru dituntut berpikir secara seksama dan mengambil keputusan yang tepat. Maka disinilah nilai-nilai dalam diri yang akan membimbing dan mendorong kita dalam mengambil keputusan yang terbaik dan bertanggung jawab. 

3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching merupakan keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Pada konteks pembelajaran yang berpihak pada murid, coaching menjadi salah satu proses "menuntun" kemerdekaan belajar murid. 

Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. 

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan Fasilitator telah memberikan wawasan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching dan membuat saya menemukan ide atau cara baru sesuai kekuatan dalam diri saya untuk mengatasi masalah. 

Pembimbingan juga telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak pada murid atau belum, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal atau belum . Dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut dapat saya pertanggungjawabkan. 

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran seyogyanya harus dapat mengetahui dan memahami kebutuhan belajar muridnya dan mampu mengelola kompetensi sosial emosional dirinya. Kompetensi sosial emosional itu antara lain: kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial. Dengan memahami aspek sosial emosional, seorang guru akan mampu mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana dalam menyelesaikan persoalan pembelajaran baik dikelas maupun di lingkungan sekolah. 

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Ketika seorang guru dihadapkan pada situasi dilema etika dan bujukan moral  diperlukan kesadaran diri atau self awareness dan keterampilan berhubungan sosial untuk mengambil keputusan yang tepat dan bertanggungjawab. Dalam situasi ini kita harus melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan  menggunakan 3 prinsip pengambilan keputusan, 4 paradigma dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Nilai-nilai dalam diri seorang guru akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya bersifat psitif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, dan dilakukan demi kebaiakn orang banyak.  

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat tentunya harus dilakukan secara cermat dan terlebih dahulu  menganalisis berbagai aspek dan sudut pandang. 
Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral.

Kemudian dalam pengambilan keputusan harus mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Jika pengambilan keputusan telah dilakukan secara akurat dan melalui proses analisis yang cermat serta telah melalui tahapan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, maka keputusan tersebut diyakini akan dapat mengakomodasi semua kepentingan pihak-pihak yang terlibat, maka hal itu dapat berdampak terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk murid dan lingkungannya.

7. Apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan di lingkungan saya dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika adalah:
  • Adanya perbedaan pendapat yang disebabkan adanya perbedaan sudut pandang dari sebuah kasus, sehingga sulit menemukan sebuah solusi atau kesepakatan yang dapat diterima oleh pihak yang terlibat. 
  • Masih banyak rekan sejawat yang belum memahami bagaimana pengambilan keputusan yang bertanggungjawab dengan menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
  • Adanya kekhawatiran apakah keputusan yang diambil sudah tepat atau belum, dapat mengakomodir kepentingan orang banyak atau belum. 
  • Terkadang kita tidak memiliki pilihan keputusan yang lain dikarenakan adanya peraturan dari pimpinan

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? 

Pengambilan keputusan yang dilakukan tentu akan mempengaruhi pola pengajaran kita. Dan merdeka belajar merupakan tujuan dari pembelajaran yang kita lakukan. Merdeka belajar merupakan proses pembelajaran yang berpihak pada murid.  Karena itu keputusan yang kita ambil dalam hal ini penggunaan media, metode dan model pembelajaran sebagai bentuk proses dalam menuntun murid untuk merdeka, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zaman, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya, hal ini merupakan bentuk memerdekakan murid dalam belajar. 
 
Selain itu guru juga harus memberikan ruang bagi murid untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya tanpa adanya paksaan dari orang lain. Karena pada dasarnya tujuan pendidikan adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagiaan lahir batin pada murid.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus benar-benar memperhatikan kebutuhan belajar murid. Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi anak-anak yang merdeka, kreatif, inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang matang dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupannya.

Demikian sebaliknya jika pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tidak diambil secara bijaksana maka bisa jadi berdampak buruk bagi masa depan murid. 

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? 

Kesimpulan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya dalah :
  1. Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hadjar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.
  2. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, guru harus mampu memahami kebutuhan belajar murid serta mampu mengelola kompetensi sosial emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. 
  3.  Coaching menjadi salah satu usaha yang dilakukan pendidik dalam menuntun murid untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dalam menyelesaikan suatu masalah. Coaching tidak hanya dilakukan pada murid, tetapi juga dapat diterapkan pada rekan sejawat untuk menciptakan kondisi yang aman, nyaman, dan membangun budaya positif sekolah. Dan dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dari suatu masalah diperlukan kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan sosial. 
  4. Untuk mewujudkan profil Profil Pelajar pancasila akan banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga dibutuhkan panduan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

Minggu, 06 Februari 2022

Koneksi Antar Materi Budaya Positif





Filosofi Ki Hadjar Dewantara

Salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara dibidang pendidikan adalah bahwa tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar dapat diperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Dalam proses " menuntun ", anak diberi kebebasan, namun pendidik sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang "pamong" dapat memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Berdasarkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara Guru Penggerak hadir sebagai garda terdepan dan menjadi agen perubahan. Guru Penggerak hadir untuk menjadi teman belajar yang menginspirasi dan penyemangat, menjadi teladan, memberi motivasi dan mendorong siswa untuk mencapai kebahagian setiggi-tingginya dalam pendidikan melalui proses pembelajaran sehingga terwujudlah profil pelajar Pancasila. Adapaun nilai yang harus dimiliki Guru Penggerak adalah mandiri, reflektif, inofatif, kolaboratif dan berpihak pada murid. Sementara itu peran Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru dan mewujudkan kepemimpinan murid

Visi Guru Penggerak

Dengan bermodalkan nilai dan peran Guru Penggerak diharapkan Guru Penggerak mampu untuk membuat visi yang menggambarkan tentang usaha mencapai tujuan pendidikan yaitu 'Profil Pelajar Pancasila'. Dan untuk mewujudkan visi tersebut perlu kerjasama dari berbagai pihak, semua warga sekolah dan dimulai dari diri sendiri, sehingga perlu adanya pendekatan/paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif yang memetakan semua kekuatan positif yang dimiliki sekolah melalui tahapan B-A-G-J-A.

Budaya Positif

Untuk dapat terlaksanaya visi dengan baik, maka sekolah memerlukan suasana yang kondusif, aman dan nyaman. Untuk itu diperlukan tumbuhnya budaya positif di sekolah. Budaya positif sekolah adalah nilai, keyakinan dan kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid. Budaya positif perlu diciptakan agar dapat mendukung pembentukan karakter murid yang diharapkan yaitu menjadi profil pelajar Pancasila.

 Strategi Mewujudkan Budaya Positif di Sekolah

1.     Disiplin Positif Disiplin menurut Ki Hadjar Dewantara adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal dimana seseorang mampu menggali potensi yang ada dalam dirinya menuju sebuah tujuan yang bermakna

2.     Posisi Kontrol Guu Merupakan bagian dari disiplin yang berpihak pada murid. Posisi kontrol yang sering dilakukan guru adalah penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, pemantau dan manajer

3.     Kebutuhan Dasar Manusia Terbagi menjadi lima yaitu kebutuhan bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, kebebasan, kesenangan dan kekuasaan

4.     Keyakinan Kelas Merupakan nilai-nilai kebajikan/prinsip universal yang disepakati bersama

5.     Restitusi Merupakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat

Penerapan restitusi dapat menguatkan karakter siswa, dengan memenuhi kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Restitusi merupakan bentuk kontrol guru sebagai manajer dalam membenahi laku murid yang melanggar keyakinan kelas. Penerapan segitiga restitusi sejalan dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Guru sebagai penuntun laku yaitu menguatkan karakter positif dengan menumbuhkan motivasi intrinsik guna menanamkan keyakinan atas nilai kebajikan sebagai budaya positif di lingkungan sekolah.


 

Budaya Positif untuk Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila



 Latar Belakang:

Dalam rangka mewujudkan murid yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila, maka diperlukan lingkungan sekolah yang kondusif, aman, nyaman, menyenangkan, bersahabat dan berpihak pada anak. Sekolah adalah salah satu pembentuk karakter yang peranannya sangat penting. Karakter kuat ini akan terbentuk dengan pembiasaan yang diterapkan di sekolah dan akan menjadi sebuah pondasi kuat bagi anak dalam mengarungi kehidupan kedepannya. Pembiasaan positif yang dilakukan secara kontinyu dan sadar oleh setiap warga sekolah akan mengakar kuat menjadi budaya positif sekolah. Oleh karena itu semua pihak harus terlibat dalam pembiasaan positif tersebut.

Budaya positif di sekolah merupakan nilai-nilai, keyakinan dan asumsi dasar yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini di sekolah. Budaya positif tersebut berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah disepakati bersama dan dijalankan dalam waktu yang lama dengan memperhatikan kodrat anak dalam hal ini kodrat alam dan kodrat zaman serta keberpihakan pada anak.

Dalam upaya menciptakan budaya positif di sekolah, control guru sebagai manajer menjadi sangat penting. Guru juga menjadi teladan dan motivator bagi semua murid agar dapat terwujudnya budaya positif di sekolah dan terbentuknya karakter murid yang Beprofil Pelajar Pancasila.

Tujuan:

  • Menanamkan dan menumbuhkan budaya positif melalui kesepakatan kelas
  • Menumbuhkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila pada diri murid

Tolak Ukur:

  • Murid dapat membuat keyakinan kelas dan dipajang di dinding kelas
  • Guru dan siswa konsisten dalam menjalankan keyakinan kelas
  • Adanya karakter baik dalam diri murid seperti selalu menjaga kebersihan, sopan, saling menghormati dan menghargai
  • Murid dapat mengaplikasikan nilai-nilai profil pelajar Pancasila secara sadar 

Linimasa tindakan yang dilakukan:

  • Melaksanakan sosialisasi kepada seluruh warga sekolah terkait budaya positif dan kesepakatan kelas
  • Menjelaskan tentang pentingnya kesepakatan kelas untuk membentuk karakter murid
  • Guru memfasilitasi murid untuk membuat keyakinann kelas dan dipajang di dinding kelas
  • Menanamkan, menumbuhkan dan membiasakan nilai-nilai profil pelajar Pancasila dalam kegiatan pembelajaran 
  • Mendokumentasikan kegiatan pembelajaran yang mencerminkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila

Dukungan yang dibutuhkan

  • Warga sekolah sebagai teladan bagi murid dalam menanamkan budaya positif
  • Orang tua di rumah dalam membiasakan budaya positif
  • Seluruh warga sekolah berkolaborasi dan bergerak bersama dalam menciptakan serta membiasakan budaya positif di sekolah
Hasil Aksi Nyata

1. Membuat keyakinan kelas bersama siswa







2. Melaksanakan sosialisasi Budaya Positif di Sekolah





3. Pembiasaan Berdoa, membaca Pancasila dan menyanyikan lagu wajib






4. Pembiasaan literasi sebelum pembelajaran






5. Melaksanakan keyakinan kelas menjaga kebersihan 





6. Melaksanakan restitusi jika ada siswa yang melanggar keyakinan kelas



Dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan, menunjukkan hasil yang baik di kelas maupun diluar kelas, murid telah terbiasa menjaga kebersihan kelas tanpa dibentuk piket kelas, sadar untuk membuang sampah pada tempatnya dan bertanggung jawab mengerjakan tugas di kelas. 
Budaya positif pastinya memerlukan waktu yang panjang untuk dapat menjadi budaya sekolah. Dan pastinya diperlukan kerjasama dengan semua pihak agar budaya posiif bisa berakar kuat membentuk karakter murid.

2.1.a.10 Aksi Nyata_Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

  A. Latar belakang Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid ses...